Ketika Khalifah Umar bin Khattab sedang duduk-duduk dengan para sahabat, tiba-tiba datang dua orang laki-laki dengan seorang pemuda yang terikat kedua tangannya.
"Pemuda ini telah membunuh bapak kami wahai Amirul Mukminin," lapor kedua orang itu.
Pemuda yang terikat tangannya turut angkat bicara, "Saya harap Anda mau mendengar cerita saya dulu wahai Amirul Mukminin."
"Cerita? Huh, pokoknya kamu telah membunuh bapak kami dan bagus kami tidak langsung meng-qishas-mu, tapi kami bawa kamu ke Khalifah Umar," ucap kedua pemuda tadi dengan kemarahannya.
"Kalian berdua diamlah dulu, aku hendak mendengar cerita bagaimana kejadian sebenarnya," kata Umar.
Pemuda yang terikat tangannya itu segera bercerita, "Ketika saya tidur istirahat dalam suatu safar, saat saya bangun mendapati onta saya telah raib entah kemana kemudian saya mencarinya. Saya mendapatinya sedang makan tanaman di sebuah kebun. Saya langsung menghalaunya. Onta itu malah menderum.
Tak lama kemudian datanglah seorang syaikh dan langsung melempar onta saya dengan batu. Karena kerasnya lemparan batu itu dan tepat mengenai kepalanya, onta saya mati. Saya marah melihat hal itu. Saya ambil batu, dan saya lempar balik ke kepala syaikh itu hingga tersungkur tak bernyawa. Sungguh saat itu saya tidak bermaksud membunuhnya."
Setelah Umar mendengar cerita pemuda tadi, ia berkata, "Kalau begitu hukumannya adalah kamu dibunuh sebagai qishas."
Pemuda terhukum tadi mengajukan sebuah permintaan. "Aku tidak menolak hukuman itu, tapi aku mempunyai adik. Ayahku telah tiada, dan sebelum meninggalnya ia meninggalkan harta kepadaku. Aku menyimpannya di tempat yang tidak diketahui oleh adikku itu."
"Lantas apa maumu?" sergah Umar.
"Aku minta waktu tiga hari untuk pulang ke kotaku dan memberikan harta itu kepada adikku," jawab si pemuda.
"Siapa yang akan menjadi penjaminmu?" tanya Umar
Sambil menunjuk ke Abu Dzar Al-Ghifary, pemuda itu berkata, "Syaikh ini jaminannya."
Serta merta, Abu Dzar mengiyakan. "Ya saya bersedia."
* * *
Pada hari ketiganya, Khalifah Umar, para sahabat dan dua lelaki itu menunggu pemuda tadi. Ketika hari telah mulai terik dua lelaki tersebut mulai gelisah. "Hari sudah siang tapi pemuda itu belum datang. Kalau tidak datang, Abu Dzar-lah penggantinya," kata kedua lelaki itu.
Dari kejauhan tampak seseorang menunggang kuda, dan ternyata ia adalah pemuda itu.
"Terima kasih wahai Syaikh Pemberani," ucap pemuda itu kepada Abu Dzar. Terharu akan kehadiran si pemuda, kedua lelaki itu berkata serentak, "Kami cabut tuntutan kami wahai Amirul Mukminin, dan kami maafkan pemuda al-wafi (penepat janji) ini."
Mendengar itu, Umar berkata, "Kamu sungguh pemberani wahai Abu Dzar, dan kamu adalah al-wafi wahai pemuda. Dan kalian berdua, kalian adalah mulia. Bersalam-salamlah kalian dan kuatkan ukhuwah di antara kalian."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar