Suatu hari, Nabi Muhammad saw didatangi Abdullah, putra Abdullah bin Ubay bin Salul, pemimpin kaum munafik di Madinah. Dengan wajah sedih, sahabat yang selalu bertentangan dengan ayahnya itu, menceritakan bahwa Abdulah bin Ubay sedang sakit keras. Sang ayah dan menginginkan Rasulullah saw supaya bersedia menjenguknya.
Rasulullah tidak keberatan. Beliau menjenguk rumah dedengkot para pengkhianat yang sangat licik itu. Tiba-tiba, melihat Nabi Muhammad saw berada di dekatnya, Abdullah bin Ubay memelas kepada Nabi Muhammad untuk melepas jubahnya dan menyelimutkannya ke tubuhnya yang tengah meregang menghadapi maut.
Umar bin Khaththab yang saat itu hadir menemani Nabi, memberi isyarat agar Rasulullah saw menolak dan tidak memenuhi keinginan Abdullah bin Ubay. Tapi Nabi Muhammad saw tidak menuruti apa yang diinginkan Umar. Nabi Muhammad saw segera melepas jubahnya dan menutupkannya ke tubuh Abdullah bin Ubay. Keinginan Abdullah bin Ubay terlaksana: meninggal dunia dengan berselimutkan jubah Nabi Muhammad saw.
Tentu saja Umar bin Khaththab merasa penasaran dan heran. Sepulang dari rumah Abdullah bin Ubay, Umar bertanya kepada Nabi, “Wahai Rasulullah, saya tidak habis pikir dengan sikapmu. Saya betul-betul tidak mengerti. Bukankah Abdullah bin Ubay adalah musuh besarmu, dan juga musuh besar umat Islam?
Nabi mengangguk, “Ya betul.”
“Tapi alangkah beruntungnya Abdullah bin Ubay, dapat mati dengan berselimutkan jubahmu. Padahal kami para sahabatmu yang setia, yang senantiasa mendampingimu, belum tentu mendapatkan nasib sebaik itu?”.
Nabi tersenyum dan menjawab, “Sahabatku Umar. Engkau jangan berpikiran sempit. Memang Abdullah bin Ubay meninggal dunia dengan berselimutkan jubahku. Namun ketahuilah, Abdullah bin Ubay takkan selamat karena memakai jubahku. Sebab jubahku takkan menyelamatkan siapa-siapa. Manusia hanya akan selamat karena iman dan amal shalihnya.”
Mendengar penjelasan Nabi, Umar pun tersenyum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar