Suatu ketika Abu Hanifah memasuki sebuah masjid, lalu duduk bertafakkur seraya melantunkan ayat-ayat Allah. Ia asyik tenggelam mentadabburi keindahan kalam Ilahi. Dengannya, kekuatan ruhiyahnya semakin subur. Tapi, tiba-tiba ia berhenti dari lantunannya. Karena beberapa orang Khawarij sekonyong-konyong menghampirinya. Kepada Abu Hanifah, mereka menghunuskan pedang. Dengan tatapan tajam mereka berkata, "Kami akan mengajukan dua pertanyaan kepada Anda. Bila Anda dapat menjawabnya dengan baik, tentu Anda akan selamat. Bila tidak leher Anda akan menjadi tebasan pedang ini."
Sejenak sedikit perasaan takut menyelimuti Abu Hanifah. Sembari menatap mata pedang mereka, Abu Hanifah berkata, "Saya akan menjawabnya. Akan tetapi, masukkanlah terlebih dahulu pedang kalian ke sarungnya." Mereka menjawab, "Bagaimana mungkin itu kami lakukan? Sedangkan memenggal leher Anda ini bagi kami adalah sesuatu yang telah dijanjikan akan mendapat pahala yang besar. Karenanya kami semua mengharapkan keutamaan ini!" Tanpa membuang-buang waktu, orang-orang Khawarij itu melontarkan pertanyaan kepadanya, "Bila ada dua jenazah, yang satu peminum khamr dan meninggal dunia dalam keadaan mabuk. Sedangkan yang satu lagi, wanita hamil akibat zina dan meninggal dunia saat melahirkan dan ia belum bertaubat. Mereka berdua ini kafir atau muslim?"
Mendengar pertanyaan ini, Abu Hanifah malah balik bertanya, "Dari kelompok manakah mereka itu? Apakah Yahudi?"
"Bukan", jawab mereka.
"Dari Nashara?"
"Bukan."
"Lalu dari kelompok mana?" tanya Abu Hanifah.
"Orang Islam," jawab mereka.
"Kalau begitu, jawabannya telah kalian sebutkan sendiri," tandas Abu Hanifah dengan tangkas, membuat para penanya itu terdiam seribu bahasa.
Tak lama kemudian, masih dalam keadaan menghunus pedang, mereka bertanya lagi, "Kedua-duanya di surga atau di neraka?" "Bila kalian bertanya mengenai surga atau neraka, maka jawaban saya seperti ucapan Nabi Ibrahim a.s. kepada kaumnya, '...Barangsiapa yang mengikutiku, ia termasuk golonganku. Dan barangsiapa mendurhakaiku, maka sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyayang,' (QS. Ibrahim: 36). Atau jawabanku seperti Nabi Isa a.s., 'Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba-Mu, dan jika Engkau mengampuni mereka, maka sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana,' (QS. Al-Maidah: 118)."
Jawaban tangkas Imam Abu Hanifah membuat orang-orang Khawarij itu tidak berkutik. Mereka tidak mendapati celah kesalahan jawaban dari seorang ulama besar itu. Akhirnya, karena ketangkasan diplomasinya itu, selamatlah Abu Hanifah dari ancaman dan teror mereka. Kemudian, ia meneruskan tafakkurnya yang sempat terhenti sejenak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar