Suatu hari Imam Syafii datang ke Ka’bah. Dia melihat seorang mantan uskup sedang thawaf. Sang Imam bertanya, “Apa yang menyebabkanmu meninggalkan agamamu?"
“Saya mendapat ganti yang lebih baik,” jawab mantan uskup. “Ketika saya naik kapal dan berada di tengah laut, tiba-tiba kapal itu pecah. Saya selamat di atas papan yang dibawa arus gelombang kesana kemari. Saya terdampar di suatu pulau yang banyak pohon yang lebih manis dari madu dan lebih lunak dari mentega. Di situ ada sungai yang mengalir dengan air yang segar. Lalu saya mengucap, ‘Alhamdulillah atas nikmat itu.’
Saya dapat makan minum sampai Allah mendatangkan kelapangan. Ketika malam, saya tidur di atas pohon. Ketika tengah malam, ada binatang di atas permukaan air yang bertasbih dengan suara yang jelas, “Laa ilaha illallahul Ghaffar, Muhammad Rasulullah annabiyul mukhtar.”
Ketika binatang itu naik ke darat tiba-tiba binatang tersebut berkepala burung kasuari dan bermuka manusia. Kakinya unta berekor ikan. Saya sangat takut dan turun. Ketika mencoba lari tiba-tiba binatang itu menoleh kepadaku dan berkata, “Berhentilah! Jika tidak, kau binasa!”
Saya berhenti. Binatang itu mengajukan pertanyaan, “Apa agamamu?”
“Kristen,” jawabku.
“Celaka wahai orang yang rugi. Lekas kau kembali pada Islam. Sebab kamu kini berada di daerah jin-jin Mukmin dan tidak akan selamat dari sini kecuali orang Muslim.”
“Bagaimana caranya masuk Islam?”
“Membaca syahadat."
Saya pun membacanya. Dia bertanya padaku, “Kamu akan tinggal di sini atau pulang ke rumah?”
“Aku akan kembali ke keluargaku!”
“Tinggallah di sini hingga tiba kapal.”
Akhirnya saya tinggal di tempat itu sampai tibanya kapal dan binatang itu kembali ke laut. Belum lenyap binatang itu dari pandangan tiba-tiba datang kapal yang penuh dengan penumpang. Seketika itu juga saya beri isyarat. Kapal itu menghampiri dan membawaku. Di kapal saya bertemu dengan dua belas orang Kristen. Ketika mereka bertanya, “Apakah gerangan yang menimpamu?”
Saya menceritakan semua yang saya alami. Mereka menangis dan masuk Islam."
Imam Syafii tersenyum senang mendengar kisah itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar